Selasa, Desember 11, 2007

Fabel Cinta Sepasang Autis



Dimataku sederhana. Sangat.

Kurasa seperti mainan.
Mata melihatnya kecil. Otak memaknainya lugu.
Mataku beda. (kutunjuk mataku)
Melihat dunia kecil. Seperti kereta-kereta mungil, berjalan diatas rel-rel kecil.
Perahu-perahu layar kerdil, diatas alur sungai-sungai dan danau-danau mainan.
Angka-angka ajaib yang hanya kutahu artinya.
Dan huruf-huruf mini.

Kurasa itu tak jauh. (kutunjuk kau)
Sampaikan jari tengah, bila bibir-bibir memoncong. (kutunjuk mereka)
Buat semua terdiam! Seribu bahasa.
Ini pemberontakan kaum kita. (kutunjuk sejawat)

Bahwa asmara dan cinta itu simbol ala kadarnya
,
kita tak kenal itu di sini
. (kutunjuk dada kita)

Kita cukup beruntung.
Sebab hanya ini yang bukan mainan. (kutunjuk kita)
Cinta seperti tangan terkepal.
Meninju dunia dan mereka.
Tak peduli kita kecil, di sebelah mata mereka melihat.
Sebab kita lihat mereka pun kecil.
Mainan kita. (kutunjuk dunia)

Jogja, 07

Senin, Desember 10, 2007

Catatan Lagu Oh My Love written by John Lennon

Oh my love… atau oh cintaku… Pernah mengatakan itu kepada siapapun yang kita anggap sebagai CINTA kita? Yah, setidaknya berupa draft kata-kata dalam benak atau IMPIAN untuk mengatakan itu pada seseorang yang anda bayangkan bisa kita cintai kelak. Atau IMPIAN untuk selalu menyatakannya pada seseorang yang anda cintai namun sadar atau tidak anda tidak juga bisa mendapatkannya? Atau juga IMPIAN yang sekedar IMPIAN karena mungkin saja kita belum pernah merasa mencintai meskipun kepada kekasih atau istri/suami kita.

Mungkin rata-rata dari anda pernah mengatakannya. Mungkin juga sebagian dari anda rutin mengatakannya kepada setiap lawan jenis yang anda sukai, entah sempat berpacaran atau tidak. Well, atau sekedar mengatakannya sebagai rayuan atau gombalan. Walaupun secara substansi tak ada satupun manusia yang sanggup mengartikulasikannya dengan pasti dan terukur, tapi jika hanya gombal belaka yang terjadi, maka terobek-robeklah estetika CINTA!

Apakah anda pernah mendengar sebuah lagu milik John Lennon yang berjudul Oh My Love? Telah sedikit lewat 13 tahun lalu sejak saya mendengarkan lagu ini untuk pertama kalinya. Saya ingat (bahkan sangat ingat!) sejak saat itu saya begitu menyukai lagu ini hingga sekarang saat anda (mudah-mudahan) membaca tulisan saya ini. Syukurlah, saya termasuk salah satu dari sekian banyak orang yang bisa menyukai lagu karena pemaknaan terhadap filosofi lirik lagu (yaah, meskipun hanya Tuhan dan sang pencipta lagu ini, John Lennon, yang tau pasti artinya).

Kita pasti setuju untuk mencapai konsensus alias kesepakatan bersama bahwa CINTA adalah urusan hati. Disana pulalah tempat ego, nafsu, dan juga emosi berkumpul (ketiganya dalam konteks asmara tentu saja). Itu sebabnya ia adalah juga fenomena misteri ranah Ilahiah dalam diri manusia yang menegaskan bahwa banyak hal dalam hidup ini yang tak bisa kita ungkap dengan akal kita. Dari situ pula kita juga (semoga) sepakat bahwa soal hati dan perasaan bukanlah science, meski zat kimiawi berupa hormon dalam tubuh kita yang bernama pheromone memungkinkan tercapainya teori science ilmiah mengapa makhluk hidup saling tertarik dan mempunyai apa yang sering kita anggap sebagai soulmate!

Jangan anggap saya sok tau, karena tulisan ini cuma sebagai salah satu pertimbangan untuk (paling tidak) bisa memahami jalan dan buah pikiran dari salah satu musisi jenius sekaligus kontroversial yang pernah ada di muka bumi ini, John Lennon. Hm… atau mungkin juga sebagai salah satu bahan perenungan dari sekian banyak renungan atas bermacam interpretasi sekaligus ekspektasi manusia dari hal yang (menurut saya) paling mudah mengena dan sekaligus terdistorsi yaitu CINTA. Dan semoga dari situ, kita mempunyai referensi tentang bagaimana sih memahami, menimbang, mengartikan, memaknai, dan juga mem”praktek”kan CINTA dalam kehidupan asmara kita. Gak cuma buat yang udah beristri, bersuami, atau berpacaran, tapi juga buat yang masih singel alias jomblo! Sekali lagi anggaplah ini sebagai ide, usulan, atau referensi.

So, first of all, sekarang kita coba tulis lirik lagunya.

O my love for the first time in my life
My eyes are wide open
O my lover for the first time in my life
My eyes can see

I see the wind, ooh I see the trees
Everything is clear in my heart
I see the clouds, ooh I see the sky
Everything is clear in our world

O my love for the first time in my life
My mind is wide open
O my lover for the first time in my life
My mind can feel

I feel sorrow, ooh I feel dream
Everything is clear in my heart
I feel life, ooh I feel love
Everything is clear in our world

Hmmm...mungkin sedikit banyak anda mulai bisa meraba-raba. Atau malah makin bingung? Saya memang tidak mengharapkan anda bisa langsung mengerti. Disinilah saya ingin mengajak anda ke dalam dunia interpretasi saya mengenai lagu ini.

Jika anda jeli, coba perhatikan “oh my love for the first time…(cintaku untuk pertama kalinya)” yang dilanjutkan dengan kalimat “oh my lover for the first time…(kekasih/pecintaku untuk pertama kalinya)” yang ada pada bait ke-1 dan 3. Mungkin anda sedikit-sedikit bisa mengira. Lennon lebih memilih untuk lebih dulu merasakan “love (cinta)” ketimbang “lover (kekasih/pecinta)”. Lebih tepat kalau saya katakan setelah “my eyes are wide open (mataku terbuka lebar)” (bait ke-1). Setelah mata terbuka karena cinta, ia merasakan (atau menemukan?) “my lover for the first time…”. Setidaknya, menurut John, ia tidak begitu saja menyebut pacar atau pasangannya sebagai kekasih. Seolah secara eksplisit John mengatakan “aku bisa menyebutmu sebagai kekasih bila aku telah mencintaimu”. Apakah John benar dengan mengatakan itu? Mungkin iya mungkin tidak, maybe yes maybe no. Mari coba kita telaah lagi dengan melanjutkannya. Kemudian dengan kekasih itulah ia bisa “see (melihat)”. Makna “see” itu akan semakin terasa pada bait ke-2 saat ia melihat “wind (angin)” dan “trees (pepohonan)”. Dari melihat angin dan pepohonan inilah kemudian semuanya terlihat pula di hati. Pas bukan dengan sebuah frasa yang cukup sering kita dengar “dari mata turun ke hati”?. Coba lihat “everything is clear in my heart (semuanya jernih/jelas di hatiku)”. Lalu by the way, mengapa “angin” dan “pepohonan”? Jawaban yang paling mungkin adalah : karena itu adalah langkah awal dari mata atau bisa juga turning point milik seseorang ketika mulai tertarik kepada seseorang lain dan belum sampai pada tahapan yang lebih jauh yaitu hati. Ingat bahwa angin lah yang menyebabkan pepohonan bergerak menari dan bergoyang. Pepohonan tampak hidup dan menjadi bagus di mata jika angin yang lembut meniupnya perlahan. Ketika mata mulai melihat sesuatu yang menyenangkan, baru hati akan berbicara untuk melanjutkan penilaian awal tadi.

Kemudian ketika sampai pada wilayah hati, Lennon menganalogikannya dengan kata dengan makna yang lebih tinggi yaitu “clouds (awan, mega, mendung)” dan “sky (langit)”. Dalam intuisi saya yang saya olah menurut interpretasi saya, keempatnya adalah semesta alias dunia sebagai analogi untuk pengenalan atas hidup secara bertahap (lebih jauh soal kehidupan akan saya coba membahasnya nanti). Namun bisa pula berarti “clouds” adalah mendung atau makna konotatif untuk sedih. Nah, tentu saja ada pula sedih dalam mencintai. Begitu pun untuk angin, pohon, dan langit. Angin sepoi bisa saja berubah tornado, pohon bisa saja menjadi “menyeramkan”, dan langit bisa saja menjadi gelap. Ingat bahwa dalam CINTA (yang merupakan salah satu dinamika kehidupan), akan selalu ada sedih dan senang.

Lalu tentang John mengatakan “love” terlebih dahulu ketimbang “lover”, apakah tulisan ini sampai disini telah menjawabnya? Belum, masih menyerempet saja. Coba baca kembali dan rasakan sejenak. Tidak sesederhana yang biasa kita pikirkan untuk mengatakan “aku mencintaimu, sayangku”. Dan berdasarkan itu, sudah tentu tidak mudah untuk menganggap seseorang : “kamu adalah kekasihku”. Menurut anda, apakah layak disebut mencintai jika pasangan anda masih bisa mencintai orang lain (dalam cara yang sama) meskipun dengan kadar yang lebih rendah, apalagi sama (atau lebih) dengan anda? Apakah layak pasangan anda mengatakan “I love you” sementara setelah selesai “bermalam mingguan” ia menelpon seseorang lain dan mengeluarkan “jurus” : “eh kalo misalnya aku ajak kamu keluar ada yang marah gak niiih?...”? Apakah anda masih bisa percaya itu cinta jika pasangan anda masih flirting kepada seseorang lain dengan cara melirik-lirik dan menarik perhatian seseorang lain itu? Atau apakah layak jika pasangan anda diam-diam mempunyai pasangan lain selain anda? Jika itu semua yang terjadi, menurut saya itu bukan cinta! Dan definitely, cinta yang pernah ia deklarasikan adalah topeng!

Jelas bahwa itu bukan yang diiinginkan John di lagu ini. Anda layak mengatakan cinta pada seseorang dan menyebutnya kekasih bila anda tidak lagi mampu mencintai-menyayangi-memuja seseorang lain dalam konteks asmara. Sama halnya bila anda tidak mampu dan tidak mau untuk berkhianat pada pasangan anda, itulah mencintai. Atau paling tidak itulah yang mendekati pemahaman kata mencintai.

Namun, masih saja ada yang mengganjal pada tulisan ini. Lalu apa rujukan seseorang bisa dikatakan mencintai dan sekaligus untuk layak anda cintai? Bila ia memerdekakan anda dengan pembatasan yang tidak egois dan bertanggung jawab ; bila ia mampu menerima anda dengan kondisi saat ia mengenal lebih dalam tentang anda ; bila ia tidak mau dan tidak mampu lagi berkhianat dengan mencintai orang lain dalam hal asmara (jangan sangkut-pautkan ini dengan poligami yang diluar area bahasan ini) ; bila ia tidak melihat anda dengan ukuran materi, tahta, dan kedudukan ; bila ia seseorang yang baik dalam standar norma dunia dan akhirat, dan ; bila ia sanggup membawa anda dan dirinya ke jalan yang lebih baik dan juga sebaliknya. Kemudian juga, ada hal-hal lain yang mungkin tidak bisa kita sebutkan melalui lisan, karena cinta bukanlah eksak melainkan emotif.

Sekarang lihat bait ke-3. Hampir identik dengan bait ke-1, hanya kini media kata yang digunakan adalah “mind (pemikiran)”. Dari “mind” itu, seperti juga mata, lagi-lagi bermuara pada hati. Apa lagi yang sanggup merasakan jika bukan hati? Tidaklah mungkin Lennon mengatakan bahwa pikiran sanggup merasakan, bukannya memikirkan. Alasan paling logis dari ini adalah melalui pemikiran itulah kita bisa merasakan rasa yang terdapat dalam hati lalu mengolahnya di otak secara sadar.

Nah, sampailah kita pada soal kehidupan yang tadi telah saya gambarkan sekilas diatas. Tengoklah “I feel sorrow (kurasakan dukacita/kehilangan/derita)” dan “I feel dreams (kurasakan impian)”. Menurut anda mungkinkah setelah ia menemukan kekasih kemudian ia merasa “kehilangan”? Lagi-lagi mungkin iya atau mungkin juga tidak. Tapi jika boleh saya menggambarkannya lagi, saya akan berkata kemungkinan besar tidak mungkin. Mengapa? Karena tampaknya memang bukan cinta pada kekasih yang ingin ia tekankan disini. Kekasih adalah salah satu yang ia temukan setelah merasakan cinta. Kehidupan adalah justru tempat dimana ia menemukan cinta pertama kali. Perhatikan “…I feel love (kurasakan cinta)dibelakangI feel life… (kurasakan hidup)” pada bait ke-4. Apa yang anda tangkap? Ya, setelah merasakan kehidupan barulah ia merasakan cinta pada kekasih. Dan setelah itu cobalah berpikir sebentar. Berawal dari rasa “sorrow” itulah kita akan bisa merasakan pula adanya “dreams” untuk mendapatkan lagi sesuatu. Kehilangan sesuatu yang berarti besar (baca: yang sangat terkasih) dalam hidup kita, memang sucks, menjengkelkan, mengecewakan, menyedihkan, dan kadang bagi sebagian orang ini menimbulkan protes pada hidup. Maka tidaklah mengherankan bila ada tendensi-tendensi bunuh diri pada sebagian orang yang mengalami kehilangan. Well, rengkuh saja sedih itu. Tidak ada salahnya berteman dengan kesedihan. Rengkuh saja. Nikmati dengan kompensasi berupa jeritan, tangisan, menulis, atau melagu sepuasnya, lalu kumpulkan dalam kepalan, remas perlahan-lahan, dan buang sisi buruknya. Simpan sebagian sebagai cermin positif dari masa lalu untuk bekal pengalaman dalam mencintai kelak. Hey, bukankah pengalaman adalah juga ilmu?

Lennon benar dengan berkata “oh my love for the first time in my life, my eyes are wide open” dan “everything is clear in our world (semuanya jernih/jelas dalam dunia kita)”. “Our (kita)” bisa menjadi kata ganti bagi Lennon dan kekasihnya, atau bisa juga merujuk pada dirinya dan “rekan sesama manusia” atau pendengarnya. Tetapi apapun maksud Lennon, apakah pada kekasihnya atau pada pendengarnya, dalam pikiran saya ia ingin menegaskan bahwa kita bisa saja dalam sekejap kehilangan sesuatu. Keluarga, uang, kedudukan, kekasih, atau apapun. Dalam hal ini ia merujuk kekasih. Dan itu normal dalam hidup, sebab ia telah menemukan CINTA lebih dulu. Yaitu CINTA pada kehidupan alias dunia yang ia analogikan sebagai “wind-trees-clouds-sky” dalam rangka menemukan kekasih. Kehidupan alias dunia yang di dalamnya ada “sorrow” dan “dreams”. Mungkin untuk selanjutnya begini kata Lennon : “aku bisa saja kehilanganmu, wahai kekasihku. Dan kamu bisa saja kehilanganku. Kehilangan memang bagian dari hidup”. Atau : “kita bisa saja kehilangan sesuatu, wahai pendengar laguku”.

Kita semua pernah kehilangan. Saya, anda, mereka, atau kita semua manusia memang sungguh sulit untuk belajar mengatasi rasa kehilangan. Lagu ini seolah mengatakan bahwa CINTA itu justru membukakan mata kita bahwa kehidupan alias dunia ini terlampau sempit jika hanya sebagai tempat keterpurukan dan tempat “menggombal” sana sini mengatas-namakan CINTA. CINTA terlalu bersih jika hanya sebagai tempat bualan. CINTA pun terlalu sempit untuk digunakan sebagai alasan menyayangi seseorang dengan membabi-buta karena seharusnya CINTA justru membukakan mata, pikiran, dan hati. Dan inilah saat dimana kita kalah pada ego dan nafsu kita. Menyadari bahwa kita selalu sedih dan kecewa (atau dikecewakan?) namun mata dan hati kita terlalu sombong untuk melihat bahwa selalu akan ada pilihan lain yang lebih baik. Begitulah mungkin sebagian pesan Lennon dalam lagu ini. Dan saya, setuju!

Pikirkan sejenak. Pernahkah anda merasakan seolah memaksakan kehendak pada Tuhan atau pada keadaan untuk mendapatkan seseorang karena anda begitu mencintainya? Anda berdoa memohon namun sesungguhnya anda mendikte Tuhan! Well, mungkin rata-rata dari kita (termasuk saya tentunya) semua pernah. Pernahkah anda begitu mencintai seseorang dan menginginkan ia untuk mencintai anda namun tidak sanggup juga untuk mendapatkan cintanya? Atau pernahkah anda merasakan mencintai atau mengharapkan seseorang terlalu besar sehingga seberapapun anda dikecewakan dan disakiti anda akan tetap menerima? Yaah, mungkin. Dan itu tidak apa. Kita cuma manusia, kan?

Tetapi dibalik itu semua, ada 2 buah catatan yang saya rasa jangan anda lupakan. Pertama, catatan kondisi yang tampak seperti mendikte Tuhan tetapi sebenarnya tidak. Sebagai misal ketika anda terus mengingatkan teman, sahabat, atau seseorang yang anda sayangi untuk menyudahi hubungan dengan kekasihnya yang tidak baik, berselingkuh, atau menyakiti. Dengan itikad karena anda menyayanginya anda terus saja bersikeras dan berdoa agar ia bisa terlepas meskipun disaat yang sama ia masih terus “membandel”. Kedua, jangan anda terjebak pada perumpamaan kata-kata Lennon yang saya tulis tadi “aku bisa saja kehilanganmu…” dan “kamu bisa saja kehilangan aku”. Bukan dalam arti bahwa kita dengan sengaja berbuat sesuatu agar kita kehilangan atau menghilangkan seseorang! Pasti akan ada sesuatu yang mengatakan dan menunjukkan pada kita “inilah saat saya harus siap dan ikhlas untuk kehilangan atau menghilangkan dia”. Mungkin penunjuk itu adalah satu : sakit kronis yang bisa menyebabkan kematian, dua : pengkhianatan alias perselingkuhan, tiga : jarak atau gap perbedaan karakter, sifat, dan tujuan yang terlalu lebar, dan empat : (mungkin bagi sebagian orang) perbedaan agama dan keyakinan. Itu adalah saya rasa penunjuk yang paling adil untuk rujukan waktu dimana kita semua mesti harus siap dan ikhlas untuk melepaskan/kehilangan/menghilangkan seseorang. Pintar-pintarlah anda memilih sebelum anda berada dalam satu hubungan yang lebih mengikat yang membuat anda berada dalam posisi, situasi, dan kondisi yang lebih sulit untuk melepaskan/kehilangan/menghilangkan! Dan pintar-pintarlah anda untuk mengenal kecewa dan belajar darinya demi menjalani kecewa itu. Tanpa sadar, siapa tau suatu saat anda akan menemukan kecewa itu sebagai pelajaran untuk menemukan CINTA yang tidak akan mengecewakan.

Begitulah. Mungkin juga bisa jadi Lennon ingin mengatakan CINTA itu terlalu universal jika hanya ditimbang dan diukur dalam hal romansa asmara saja. Banyak pesan dari sini yang mungkin belum saya dapati.

Ini pandangan mata saya sekaligus interpretasi yang bisa saja menurut anda subyektif. Tapi percayalah saya berusaha obyektif. Mungkin bisa jadi bagi sebagian orang ini kontroversi. Bisa jadi subversif atau kontra-makna dari interpretasi CINTA di pemikiran anda. Tapi mungkin kita (sudah tentu juga saya) bisa coba renungkan dan singkap deep inside our heart tema dan makna eksplisit dari lirik lagu ini yang telah coba saya beberkan tadi. Sedikit banyak John Lennon bisa membantu kita untuk merasa “mungkin inilah the closest meaning alias arti terdekat untuk apa yang kita sebut CINTA dan MENCINTAI!”.

Monolog Seumur Hidup

Aku mau memonologkan kemenangan. Mungkin nanti walaupun lebih baik sekarang. Sebuah prologi takbir dan sujud ; seperti sajadah untuk tilawah, adalah perjuangan merapikan epilog dari musik-musik luhur tercinta. Sebuah keberadaan adalah pertanda dan keajaiban. Dari keduanya kita habiskan banyak air mata; tersembunyi atau tampak.

Batu dan kerikil ditusuk runcing hujan, menghujam jantung, dan merahnya mata-mata yang terbakar. Tangan satu terkepal diatas satu tangan terbuka, bergelut dan jangan takut! Menyerah atau melawan, melawanlah! Betapa perlawanan terdengar, tidak perlu menunggu epilog yang pasti terjadi. Terhampar diatas tanda-tanda dan petunjuk tanpa apologi tentang kisah-kisah kemenangan yang mungkin datang dua ribu tahun lagi. Aku tidak mau menulis seribu, karena seribu pun mati.

Manusia dewasa bertambah tua, penumpang kapal dunia. Tiadalah sombong! Matilah sombong! Bila tidak; bahkan berpikirpun aku ngeri! Tinjulah tepat di mata dan sekujur masa, hingga tiba waktu pemberontakan itu tenang, perasaan terbuang itu paham, kemarahan terhempas itu berpikir, dan perjuangan yang tertendang itu akhirnya bersujud. Laut bergulung-gulung jinak menjadi teman. Api jadi kawan, meninju ketidak-adilan. Hamparan semua Raja tunggu mati. Tertata rapi bekal ilmu dan nasehat, takwa dan iman dalam senyuman, lalu cinta luhur musik-musik menterjemahkan tulisan-tulisan dan karya-karya.

Oo benihku, “aku melihat masa depan!”. Hingga tongkat menjejak menggantikan kaki, ya Rabb...itu fiddunnya hassanatan untuk akhirati hassanatan cemerlang! Aku mau melihatnya, kamu pun melihatnya di mataku. Uap air membumbung. Embun menjamah Bumi. Ranting-dahan berjoget berdansa. Ombak kecil menjilat-jilati pasir. Cermin memantulkan episode dari prolog sampai epilog selimut yang sederhana namun aku hangat. Sebuah judul yang bahkan bibirku tidak sanggup mengatakannya. “Tuhan tidak tidur, tiada mungkin kudustai”.

Aku dengar dari sini. Sebuah puisi terkenal yang sederhana. Karya mashyur yang sederhana. Dari Tuhan yang tidak tidur. Aku mau tau.

4 Desember 07, 23.10